Meski siklus hidupnya hampir sama, tetapi sifat hidup ikan gurami dengan sifat hidup ikan mas jauh berbeda. Ini wajar karena habitat kedua ikan itu berbeda, ikan mas berasal dari sungai, sedangkan ikan gurame dari rawa. Perbedaan pertama terjadi pada cara bertelur. Ikan mas bertelur dimana saja, sedangkan ikan gurami bertelur dalam tempat khusus, yaitu dalam sarang.
Proses adaftasi pemijahan ikan mas berlangsung cepat, dalam beberapa jam disatukan segera akan memijah. Sedangkan proses adaftasi pemijahan ikan gurame sangat lama, tidak setelah beberapa jam, tetapi setelah beberapa hari baru memijah. Setelah memijah, ikan mas pergi begitu saja, sedangkan ikan gurami akan merawatnya.
Selain cara bertelur, sifat telur ikan gurami dengan sifat telur ikan mas jauh berbeda. Telur ikan mas bersifat tenggelam dan adhesif. Ketika baru keluar dari induk, sifat adhesifnya langsung muncul, dimana telur-telur ikan mas akan melekat pada benda apa saja yang ada di sekitarnya.
Sedangkan sifat telur ikan gurame tidak tenggelam, serta tidak adhesif. Ketika baru keluar dari induknya, telur ikan gurame tidak akan tenggelam, tetapi akan melayang. Selain itu, telur ikan gurami tidak melekat pada benda-benda. Dari semua itu, siklus yang unik terjadi dari fase telur menuju larva. Karena dalam fase ini terjadi pembentukan hampir semua organ tubuh. Inilah masa kritis dalam kehidupan ikan gurami.
EFFENDIE (1997), mengatakan bahwa pada periode larva, ikan mengalami dua fase perkembangan, yaitu prolarva dan pasca larva. Ciri-ciri prolarva adalah masih adanya kuning telur, tubuh transfaran dengan beberapa pigmen yang belum diketahui fungsinya, serta adanya sirip dada dan sirip ekor walaupun bentuknya belum sempurna. Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung halus, pada saat tersebut makanan didapatkan dari kuning telur yang belum habis terserap. Biasanya larva ikan yang baru menetas berada dalam keadaan terbalik karena kuning telurnya masih mengandung minyak. Gerakan larva hanya terjadi sewaktu-waktu dengan menggerakan ekornya ke kiri dan ke kanan.
Masih kata EFFENDIE (1997), bahwa masa pasca larva ikan ialah masa dari hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuk organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ yang ada. Pada akhir fase tersebut, secara morfologis larva telah memiliki bentuk tubuh hampir seperti induknya. Pada tahap pascalarva ini sirip dorsal (punggung) sudah mulai dapat dibedakan, sudah ada garis bentuk sirip ekor dan anak ikan sudah lebih aktif berenang. Kadang-kadang anak ini memperlihatkan sifat bergerombol walaupun tidak selamanya. Setelah masa pascalarva ini berakhir, ikan akan memasuki masa juvenil.
Menurut SUNARMA (2004), telur gurami akan menetas dalam selang waktu 36 – 48 jam pada padat tebar 4 – 5 butit/cm2 dengan kedalaman air 15 – 20 cm dan pemberian aerasi kecil pada suhu 29 – 30 O C, atau dengan padat tebar 1 – 2 butir/cm2 tanpa pemberian aerasi. Larva ikan gurami yang menetas akan terapung dengan bagian perut berada di sebelah atas. Sedangkan kata SUSANTO (1991), sebagian larva akan menempel pada substrat karena adanya alat penempel yang terletak pada bagaian kepala.
Kuning telur pada gurami akan habis dalam waktu 7 -8 hari setelah menetas. Mulai saat tersebut larva gurami sudah dapat memakan pakan alami yang dilakukan secara bertahap (DJARIJAH dan PUSPOWARDOYO, 1992). Menurut SUNARMA (2004) pakan alami yang dapat diberikan dapat berupa cacing rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya.
Setelah larva fase kehidupan gurame adalah benih. Fase benih dijalani cukup panjang, karena pertumbuhhan gurami sangat lambat. Karena itu untuk mencapai benih yang siap dipelihara di kolam pembesaran harus melalui beberapa tahap. Menurut SUNARMA (2004) tahapan pendederan pertama dilakukan setelah larva habis kuning telurnya (7 – 9 hari) dengan padat penebaran 8 – 10 ekor/l pada akuarium, 15 – 20 ekor pada air dengan sistem resirkulasi, 250 – 500 ekor/m2 dan 100 ekor/m2 pada kolam tanah.
Selanjutnya SUNARMA (2004) mengatakan bahwa waktu pemeliharaan pada pendederan pertama selama 30 – 40 hari. Selama itu dapat menghasilkan berukuran antara 2,0 – 2,5 cm dengan berat antara 0,3 – 0,4 gram. Tingkat kelangsunga hidup dapat mencapai 80 – 90 persen (dalam wadah terkontrol) atau ukuran antara 1 – 2 cm dengan berat antara 0,2 – 03 gram dengan tinggkat kelangsungan hidup sekitar 60 – 70 persen dalam kolam tanah.
Menurut SUSANTO (2001) gurame mulai berbiak setelah berumur 2 – 3 tahun, yaitu saat dimana induk betina telah matang telur dan induk jantan telah menghasilkan sperma. Induk betina akan mengeluarkan telur dari dalam perutnya ke dalam sarang, yang kemudian diikuti oleh induk jantan dengan menyermprotkan spermanya. Selama pemijahan, sarang dijaga induk jantan. Setelah pemijahan selesai maka gantian induk betina yang menjaganya. Induk betina dapat menghasilkan telur antara 500 – 3.000 butir. Telur besifat mengapung, karena mengandung gelembung minyak.
Kebiasaan makan
Inilah gambaran tentang kebiasaan makan ikan gurame. Secara umum kebiasaan makanan (food habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan pemakan tumbuhan (herbivora), ikan pemakan hewan (carnivora) dan ikan pemakan segala (omnivora). Ikan mas termasuk herbivora atau ikan yang sepanjang hidupnya pemakan tumbuhan. Menurut SUSANTO (2001) gurami adalah mahluk dimana pada saat muda karnivora, sedangkan setelah dewasa herbivora. Karena jenis makanan seperti itulah yang menjadi penghambat pertumbuhan gurame.
SUSANTO (2001), juga mengatakan makan yang sering dimakan ikan gurami remaja dan induk adalah daun keladi (Colocasia estulata Schott), ketela pohon (Manihot utilissima Bohl), pepaya (Carica papaya Linn), ketimun (Cucumis sativus L), genjer (Limnocharis flava Buch), ubi jalar (Ipomoa batatas Lamk), labu (Curcubita moschata Duch en Poir).
Daun pepaya, konon menurut petani gurami di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tidak baik untuk induk karena bisa merusak kantong telur sehingga sering menggagalkan pemijahan ikan gepeng ini. Demikian juga dengan daun ubi jalar yang juga kurang bagus bagi induk karena kandungan proteinnya rendah, sehingga induk-induk yang diberi daun ini menjadi kurang produktif.
Konon yang paling bagus untuk makanan induk dan remaja adalah daun keladi. Namun tidak boleh langsung diberikan, tetapi harus dilayukan dulu, agar kandungan getahnya yang sering menyebabkan kawanan gurame terserang penyakit cacar bisa berkurang. Sedangkan menurut sebagian besar ahli perikanan, pada awalnya gurame yang telah habis kuning telurnya akan makan imfusoria dan rotifera, yaitu jasad renik yang bisa diperoleh di perairan umum atau mengkulturnya di kolam.
Setelah berumur beberapa hari, benih akan mengincar larva insektatelur semut, larva crustacea. Sehingga gurami tidak hanya sebagai vegetarian sejati, tetapi juga sebagai pemakan hewani (SUSANTO, 2001). Pada umur 10 hari, yaitu fase prolarva makan yolksack; umur 1,5 bulan gurame makan hewani, yaitu rayap, ulat, telur semut merah, ulat, dedak halus, dan kuning telur yang direbus; 1,5 – 3 bulan (2 – 3 cm) gurame makanan hewani, tumbuhan halus, paku air, bungkil halus; 3,5 – 8 bulan (5 – 8) gurame makan tumbuh-tumbuhan halus, dedak dan pelet; delapan bulan hingga setahun gurami makan pelet, daun-daunan, dan dedak.