Sesuai dengan sejarah perikanan Indonesia yang cukup panjang, ikan gurami juga telah lama dikembangkan secara komersial oleh para pembudidaya, baik yang khusus memelihara gurami atau memelihara dengan jenis ikan lainnya. Bahkan dibeberapa daerah sudah terbentuk sentra-sentra kawasan pengembangan budidaya, sehingga apabila memerlukan benih atau konsumsi dapat dengan mudah mendatanginya.
Beberapa kawasan pembudidaya gurami yang dibilang besar diantaranya di Jawa Barat, yaitu di Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, Garut; di Jawa Tengah, yaitu Cilacap, Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga; Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu di Kulonprogo, Bantul dan Sleman; Di Jawa Timur, yaitu Tulungagung, Blitar dan Lumajang, dan propinsi lainnya, yaitu Sumatra Barat, Riau, dan Kalimantan Selatan (SUNARMA, 2004).
Di alam, gurami sangat menyenangi perairan yang tenang, seperti Rawa, Situ, danau dan perairan tenang lainnya. Menurut SARWONO dan SITANGGANG (2000), di sungai yang bearus deras, gurami jarang ditemui. Kehidupan yang menyukai perairan yang bebas arus itu terbukti, ketika gurami sangat mudah dipelihara di kolam-kolam tergenang. Sedangkan Max Weber dan De BEAU FORT dalam The Fishes of The Australian Archipelago mengungkapkan bahwa gurami dapat menyesuaikan diri pada perairan yang agak payau dan agak asin. Kegiatan ini banyak dilakukan di Cengkareng, Kamal, dan Tegal Alur di Wilayah Jakarta Barat.
DJARIJAH dan PUSPOWARDOYO (1992) mengungkapkan gurami umumnya hidup dan banyak dipelihara di perairan tawar, terutama pada perairan yang tenang dan dalam. Gurami dapat tumbuh dan berkembang pada perairan tropis dan subtropis. Ikan ini mempunyai daya adaftasi tinggi terhadap lingkungan, tetapi lebih cocok hidup pada ketinggian maksimal 800 m di atas permukaan laut. Selanjutnya keduanya mengatakan, bahwa suhu ideal untuk pertumbuhan gurami antara 24 – 29 O C, derajat keasaman(pH) antara 6,5 – 8, kandungan oksigen terlarut 3 – 5 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk.